Panggilan Ilahi Bagiku

Saya bersyukur kepada Tuhan karena Dialah yang menempatkan saya dalam Serikat CSE. Bagi saya, ini bukanlah suatu kebetulan, tetapi rencana Allah bagi hidup saya. Tawaran panggilan mulia ini saya jawab dengan penuh kepercayaan bahwa Allahlah yang menyelenggarakan semuanya. “Bukan kamu yang memilih Aku, melainkan Akulah yang memilih kamu” (Yoh 15:16a). Menjadi seorang pertapa merupakan suatu rahmat Allah dan sungguh panggilan yang mulia. Saya sangat tertarik dengan cara hidup sebagai rahib/pertapa karena siang malam dihabiskan dengan berdoa, duduk bersila, rambut panjang, tinggal di hutan atau dalam pondok atau dalam gua-gua. Itulah gambaran awal sebelum saya masuk biara.

Selain tertarik kepada kehidupan sebagai pertapa, saya membaca brosur Putri Karmel dan CSE. Dalam brosur itu dijelaskan tentang tujuan dan cita-cita Putri Karmel dan CSE, yaitu membentuk para suster, frater, dan imam yang penuh Roh Kudus, yang memiliki cinta yang menyala-nyala kepada Tuhan Yesus Kristus dan sesama karena hatinya dibakar oleh Roh Kudus. Selain itu, Putri Karmel dan CSE mau membimbing anggota-anggotanya kepada pengalaman Allah yang mendalam melalui suatu penyerahan diri yang total kepada Tuhan Yesus, yang menjadikan Yesus pusat hidupnya. Putri Karmel dan CSE mau membawa para anggotanya kepada pengalaman Roh Kudus seperti yang dialami para rasul pada hari Pentakosta.

Perkenalan lewat brosur ini menimbulkan dorongan dan keberanian untuk melangkah dan mengarahkan pandangan saya untuk masuk serikat CSE. Saya ingat sekali waktu itu hati saya begitu berkobar-kobar untuk menulis surat dan dengan kerinduan menanti balasan dari Rm. Yohanes. Setelah dinyatakan bahwa saya diterima, saya sangat bersukacita dan terharu. Apa yang saya rindukan, yaitu mengenal dan mengalami Allah yang hidup, mengalami kehadiran Roh Kudus, dan menjadi seorang pertapa dapat tercapai.

Saya bersyukur atas rahmat yang Tuhan curahkan bagi saya. Saya masuk biara CSE pada tahun 1998. Dan, hingga sekarang saya merasa waktu begitu cepatnya berlalu. Saya bahagia hidup dalam Serikat CSE. Ini merupakan rahmat Allah bagi saya. Saya merasa bahagia karena motivasi dasar saya jelas. Dengan demikian, saya senantiasa membarui diri, untuk apa saya hidup dalam biara. Hari demi hari, Tuhan senantiasa menyadarkan saya bahwa melalui hidup dalam kesunyian dan keheningan, Tuhan mencurahkan kebijaksanaan-Nya. Serikat CSE begitu berarti bagi hidup saya karena setiap hari memberikan makanan rohani secara berlimpah. Saya “dibesarkan”, dibimbing, diperkaya, dan diarahkan kepada Allah Sang Sumber Kasih. Terus terang, saya tidak menyesal telah memilih CSE, malahan saya boleh berbangga dan bersyukur kepada Tuhan. Dalam serikat ini pula saya baru menyadari bahwa untuk mencapai kekudusan sangatlah sederhana dan tidak berliku-liku. Panggilan kita pertama-tama adalah anak-anak Allah, yang kedua sebagai religius, dan ketiga sebagai seorang Karmelit.

Di sini saya disadarkan kembali bahwa sebagai Karmelit, untuk berjumpa dengan Tuhan adalah dengan memiliki hubungan pribadi yang mendalam serta hidup doa yang lebih hidup. Hidup di hadirat Allah itu berarti bahwa Allah patut dicintai di atas segala sesuatu. Saya bersyukur karena di dalam CSE saya menemukan iklim dan sarana yang cocok untuk semakin hidup dalam hubungan yang lebih mesra dengan Tuhan Yesus dan sejak di dunia ini boleh mengalami kemanisan surgawi.

Memang benar apa yang menjadi tujuan dan cita-cita Serikat CSE. Banyak perkara ilahi yang tidak saya mengerti namun dinyatakan Allah dalam hidup sehari-hari. Di sinilah Allah membimbing dalam pelbagai cara dan kehendak-Nya. Barulah saya mengerti setelah saya mengalaminya sendiri. “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1Kor 2:9). Pengalaman sehari-hari sangat membantu untuk belajar hidup dalam iman dan melihat segala sesuatu dari kacamata iman.

Kehidupan dalam Serikat CSE sangat bertolak belakang dengan apa yang dikejar-kejar oleh manusia pada zaman sekarang ini. Manusia begitu haus akan kemasyhuran, pujian, kemuliaan, kenikmatan, kedudukan, dan pelbagai macam daya tarik di dunia ini. Akan tetapi, dalam Serikat CSE saya menemukan arti hidup yang melawan arus dengan apa yang ada di zaman sekarang ini. Saya mengalami sendiri bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan caranya sederhana sekali, yaitu mencari Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya.

Apabila orang benar-benar mengabdi Allah dan menomorsatukan Allah, ia pasti akan mengalami kebahagiaan, siapa pun itu orangnya. Ini berlaku bagi mereka yang ada dalam biara maupun mereka yang ada di luar biara. Keterbukaan hati terhadap karya Allah atau karya Roh Kudus akan membuat kita bersukacita, mengalami kehadiran-Nya, juga menjadi saksi-saksi Allah yang hidup.

Dalam hidup kekristenan, pasti banyak yang pernah mendengar tentang iman, harapan, dan kasih. Namun, kebajikan teologal ini sering lewat begitu saja dan kurang disadari. Ketiga kebajikan teologal ini sangat memainkan peranan penting dalam hubungan dengan Allah. Selama retret di Padang Gurun, saya disegarkan kembali akan peranan ketiga kebajikan teologal ini. Dengan iman, harapan, dan kasih, kita dapat mencapai Allah sehingga dapat terjadi hubungan pribadi antara Allah dan saya. Allah tak dapat dikenal oleh pengertian dan akal budi kita. Seperti yang dikatakan oleh St. Gregorius dari Nissa, kita baru sungguh mengenal Allah bila kita sadar bahwa Allah tidak dapat dikenal. Pengajaran ini membuat saya semakin bersyukur kepada serikat yang mengajarkan jalan-jalan rohani yang harus ditempuh untuk menuju Allah dalam iman, harapan, dan kasih.

Akhirnya, kerinduan akan Allah lewat ketiga kebajikan teologal merupakan gerak terdalam dari jiwa kita. Namun, cinta kasih yang keluar dari iman merupakan jantung dari kebajikan teologal karena kasih adalah kebajikan yang tak akan hilang. Begitu luhurnya tujuan dan cita-cita serikat sehingga membawa hidup saya begitu berarti sebagai anak-anak Allah.

(oleh: Chrispin Pio, CSE)

Panggilan Ilahi Bagiku
Tagged on: